Makalah Mutu Pelayanan Keperawatan



MAKALAH
PELAYANAN PRIMA
(MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN)



OLEH :
NAMA : ASNIAR SAFITRI
NIM  : 210 2016 04


AKADEMI KEPERAWATAN LAPATAU BONE
2018





KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah  merupakan satu kata yang sangat pantas penulis ucapkan kepada Allah STW, yang karena bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah Pelayanan prima berjudul "Mutupelayanan keperawatan".

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.

Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.

Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.
                                                                                       Watampone, 15 februari 2018

                                                                                                    
Penyusun








DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.  Tujuan penelitian       
D.  Manfaat penelitian
BAB II : PEMBAHASAN
A.    Konsep mutu pelayanan
B.    Kualitas pelayanan keperawatan
C.   Aspek-aspek Kualitas Pelayanan Keperawatan
D.   Tindakan Perawat Untuk Meningkatkan Kepuasan Pasien
E.    Mengukur mutu
F.    Strategi mutu pelayanan keperawatan
G.   Pengembangan standar pelayanan keperawatan 
H.   Tujuan dan maanfaat jaminan mutu
BAB III: PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.    Saran
 DAFTAR PUSTAKA








BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu, kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien
. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
Pelayanan prima pada dasarnya ditunjukan untuk memberikan kepuasan kepada pasien. Pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan memiliki lima dimensi mutu yang utama yaitu : tangibles, re;iability, responsiveness, assurance, dan empathy.
Mutu pelayanan rumah sakit berkaitan dengan mutu pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh perawat. Menurut Nurachmah (2001) pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian utama dari pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien, oleh karena itu kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh keefektifan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien sehingga mutu pelayanan keperawatan yang baik diharapkan pasien akan merasa puas sehingga pasien akan kembali ke rumah sakit tersebut jika membutuhkan pelayanan kesehatan. Dalam upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan dalam rumah sakit harus ada tolak ukurnya. Salah satu indikator bahwa mutu asuhan keperawatan adalah kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai jasa pelayanan. Kepuasan pasien sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petugas. Ketrampilan yang diberikan perawat, pemberian info yang jelas pada pasien dan keluarganya, fasilitas rumah sakit, rasa empati yang diberikan oleh perawat pada pasien, penampilan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan, prosedur yang mudah bagi pasien. Selain itu kepuasan yang mengacu pada penerapan pelayanan kesehatan meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan, keterjangkauanya pelayanan kesehatan, efisien pelayan kesehatan. Sehingga dalam pemberian pelayanan yang baik akan terbentuk kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai pengguna jasa pelayanan, (Azwar 1998).
Kepuasan pasien masing-masing pasien berbeda-beda karena perkembangan jaman yang semakin maju, pendidikan yang lebih tinggi, pengalaman juga materi yang berlebih menjadikan semakin banyaknya tuntunan yang diajukan, maka merupakan tantangan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang bahwa sangat penting bagi pihak RS untuk meningkatkan dan menjaga kepuasan pasien serta perlunya mengetahui kualitas pelayanan perawat di RS. Maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
“ Apa saja yang harus dilakukan perawat untuk meningkatkan kepuasan pasien terkait hal tersebut? “
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui seberapa pentingkah kepuasan pasien dan keluarga pasien bagi pihak Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan perawat untuk meningkatkan kepuasan pasien.
D. Manfaat Penelitian
1.Bagi Perawat
Sebagai acuan untuk tetap meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terutama meningkatkan kepuasan pasien.
2.Bagi peneliti
Memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian . Di samping itu untuk bekal mengembangkan penelitian berikutnya.





BAB II
PEMBAHASAN
A.   Konsep Mutu Pelayanan
  1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan adalah produk yang  dihasilkan  oleh  suatu organisasi  dapat  menghasilkan  barang atau  jasa.  Jasa diartikan juga  sebagai  pelayanan  karena  jasa  itu menghasilkan  pelayanan  (Supranto, 2006). Kotler (1997)  dan  Tjiptono  (2004), menjelaskan  karakteristik  dari  pelayanan sebagai berikut :
a.    Intangibility (tidak  berwujud),  yaitu  suatu  pelayanan  mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen. Misalnya :  pasien  dalam  suatu  rumah  sakit  akan  merasakan  bagaimana pelayanan  keperawatan  yang  diterimanya  setelah  menjadi  pasien rumah sakit tersebut.
b.     Inseparibility  (tidak  dapat  dipisahkan),  yaitu  pelayanan  yang dihasilkan  dan  dirasakan  pada  waktu  bersamaan  dan  apabila dikehendaki  oleh  seseorang  untuk  diserahkan  kepada  pihak  lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut. Dengan kata lain, pelayanan  dapat  diproduksi  dan  dikonsumsi/dirasakan  secara bersamaan.  Misalnya  :  pelayanan  keperawatan  yang  diberikan  pada pasien dapat langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
c.    Variability  (bervariasi),  yaitu  pelayanan  bersifat  sangat  bervariasi karena  merupakan  non  standardized  dan  senantiasa  mengalami perubahan  tergantung  dari  siapa  pemberi  pelayanan,  penerima pelayanan  dan  kondisi  di  mana  serta  kapan    pelayanan  tersebut diberikan.  Misalnya  :  pelayanan  yang  diberikan  kepada  pasien  di ruang rawat inap kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.
d.    Perishability (tidak  tahan  lama),  dimana  pelayanan  itu  merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Misalnya : jam  tertentu  tanpa  ada  pasien  di  ruang  perawatan,  maka  pelayanan yang  biasanya  terjadi  akan  hilang  begitu  saja  karena  tidak  dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu.

Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat.

Menurut Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a.    Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat organisasi dan manajemen mulai dari keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya
b.    Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, apoteker dan professional lainnya dalam berinteraksi dan berkomuniksi dengan klien.
c.    Output, hasil akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan kepada klien dalam meningkatkan derjat kesehatan dan kepuasan klien

  1. Pelayanan Keperawatan
Herderson  (1966,  dalam  Kozier  et  al,  1997)  menjelaskan  pelayanan keperawatan  sebagai  kegiatan  membantu  individu  sehat  atau  sakit  dalam  melakukan upaya  aktivitas  untuk  membuat individu  tersebut sehat  atau  sembuh  dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu  apa  yang  seharusnya  dilakukan  apabila  ia  mempunyai  cukup kekuatan,  keinginan,  atau  pengetahuan.Berdasarkan kebijakan Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawtan adalah pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer responsiveness.

Standar praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemiidian diperbaruhi dan disahkan berdasarkan SK DIRJEN YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun 1996,DPP PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No : 03/DPP /SKI/1996 yang terdiri dari standar pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Mutu pelayanan  keperawatan  dapat  merupakan  suatu pelayanan  keperawatan  yang komprehensif  meliputi  bio-psiko-sosio-spiritual  yang  diberikan  oleh  perawat profesional  kepada  pasien  (individu,  keluarga  maupun  masyarakat)  baik  sakit maupun  sehat,  dimana  perawatan  yang  diberikan  sesuai  dengan  kebutuhan  pasien dan  standar  pelayanan.  Namun  pada  dasarnya,  definisi  mutu  pelayanan keperawatan  itu  dapat  berbeda-beda  tergantung  dari  sudut  pandang  mana  mutu tersebut  dilihat. (Rakhmawati, 2009)
Berbagai  sudut  pandang  mengenai  definisi  mutu  pelayanan keperawatan tersebut diantaranya yaitu :
a.    Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer  (1989)  menjelaskan  bahwa  pasien  atau  keluarga  pasien mendefinisikan  mutu  sebagai  adanya  perawat  atau  tenaga  kesehatan  yang memberikan  perawatan  yang  terampil  dan  kemampuan  perawat  dalam memberikan  perawatan.  Sedangkan  Wijono  (2000)  menjelaskan  mutu pelayanan  berarti  suatu  empati,  respek  dan  tanggap  akan  kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah  pada  waktu  mereka  berkunjung.  Pada  umumnya  mereka  ingin pelayanan  yang  mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga pasien beserta  keluarganya  sehat  dan  dapat  melaksanakan tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat  dikatakan bahwa mutu pelayanan  keperawatan didefinisikan oleh pasien  (individu,  keluarga, masyarakat)  sebagai  pelaksanaan  pelayanan  keperawatan  yang  sesuai  dengan kebutuhannya  yang berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan  dari  perawat  serta  kemampuan  perawat  dalam  memberikan pelayanan.  Selain  itu  melalui  pelayanan  keperawatan  tersebut,  juga  dapat menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.

b.    Sudut Pandang Perawat
Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan pelayanan  keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas dari sakitnya  (Meishenheimer, 1989). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu  pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara  profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan  yang  maju,  mutu  pelayanan  yang  baik  dan  memenuhi  standar yang  baik.  Dengan  demikian  dapat  dikatakan  bahwa  perawat  sebagai  tenaga profesional  yang  memberikan  pelayanan  keperawatan  terhadap  pasien mendefinisikan  mutu  pelayanan  keperawatannya  sebagai  kemampuan melakukan  asuhan  keperawatan  yang  profesional  terhadap    pasien  (individu, keluarga,  masyarakat)  dan  sesuai  standar  keperawatan,  perkembangan  ilmu pengetahuan dan teknologi.

c.    Sudut Pandang Manajer Keperawatan
Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik  serta  alokasi  sumber  daya  yang  tepat  (Wijono,  2000).  Pelayanan keperawatan  memerlukan  manajemen  yang  baik  sehingga  manajer keperawatan  mempunyai  peranan  penting  dalam  meningkatkan  mutu pelayanan  keperawatan  dengan  melaksanakan  fungsi-fungsi  manajemen dengan  baik  yang  memfokuskan  pada  pengelolaan  staf  keperawatan  dan pasien sebagai  individu, keluarga dan masyarakat. Selain  itu pengelolaan pun mencakup pada manajemen keuangan dan logistik.

d.    Sudut Pandang Institusi Pelayanan
Meishenheimer  (1989)  mengemukakan  bahwa  mutu  pelayanan  diasumsikan  sebagai kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas  stafnya    untuk  memberikan  pelayanan,  pertanggungjawaban  intitusi terhadap  perawatan  terhadap  pasien  yang  tidak  sesuai,  dan  menganalisis dampak  keuangan  terhadap  operasional  institusi.  Sedangkan  Wijono  (2000) menjelaskan  bahwa  mutu  dapat  berarti  memiliki  tenaga  profesional  yang bermutu  dan  cukup.  Selain  itu  mengharapkan  efisiensi  dan  kewajaran penyelenggaraan  pelayanan,  minimal  tidak  merugikan  dipandang  dari berbagai  aspek  seperti  tidak  adanya  pemborosan  tenaga,  peralatan,  biaya, waktu dan sebagainya.

e.    Sudut Pandang Organisasi Profesi
Badan  legislatif  dan  regulator  sebagai  pembuat  kebijakan  baik  lokal  maupun nasional  lebih  menekankan  pada  mendukung  konsep  mutu  pelayanan  sambil menyimpan  uang  pada  program  yang  spesifik.  Dan  selain  itu  juga menekankan  pada  institusi-institusi  pelayanan  keperawatan  dan  fasilitas pelayanan keperawatan. Badan akreditasi dan sertifikasi menyamakan kualitas dengan  mempunyai  seluruh  persyaratan  administrasi  dan  dokumentasi  klinik yang  lengkap  pada  periode  waktu  tertentu  dan  sesuai  dengan  standar  pada level  yang  berlaku.  Sertifikat  mengindikasikan  bahwa  institusi  pelayanan keperawatan  tersebut  telah  sesuai  standar  minimum  untuk  menjamin keamanan  pasien.  Sedangkan  akreditasi  tidak  hanya  terbatas  pada  standar pendirian  institusi  tetapi  juga  membuat  standar  sesuai  undang-undang  yang berlaku (Meishenheimer , 1989).

Persatuan  Perawat  Nasional  Indonesia  (PPNI)  sebagai  organisasi  profesi mempunyai  tanggung  jawab  dalam  meningkatkan  profesi  keperawatan. Sehingga  untuk  meningkatkan  mutu  pelayanan  keperawatan,  organisasi profesi  tersebut  membuat  dan  memfasilitasi  kebijakan  regulasi  keperawatan yang  mencakup  sertifikasi,  lisensi  dan  akreditasi.  Dimana  regulasi  tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan  telah  berdasarkan  kaidah  suatu  profesi  dan  pemberi  pelayanan keperawatan telah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan.

Tujuan standar keperawatan merrnrut Gilies (1989) adalah:
a.    Meningkatkan asuhan keperawatan.
b.    Mengurangi biaya asuhan keperawatan
c.    Melindungi perawat dan kelalaian dalam melaksanaka tugas danmelindungi pasien dan tindakan yang tidak terapeutik.

Standar pelavanan keperawatan menurut Depkes Rl 1996 adalahmeliputi:
a.    Startdar 1        : falsafah keperawatan
b.    Standar 2         : tujuan asuhan keperawatan.
c.    Standar 3         : pengkajian keperawatan
d.    Standar 4         : diagnosa keperawatan.
e.    Standar 5         : perencanaan keperawatan.
f.     Standar 6         : intervensi keperawatan
g.    Staridar 7        : evaluasi keperawatan.
h.    Standar 8         : catatan asuhan keperawatan.

  1. Mutu pelayanan
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti mutu dilihat dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan (Azwar, 1996)
a.    Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. komunikasi, keramahan dan kesungguhan juga termasuk didalamnya.
b.    Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu berhubungan dengan dokter, paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang sesuai dengan perkembangan teknologi.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan sebagai suatu hal yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang dapat menimbulkan kepuasan klien sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk, serta pihak lain, pelayanan yang sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan yang professional yang telah ditetapkan. Tappen  (1995)  menjelaskan  bahwa  mutu adalah  penyesuaian  terhadap  keinginan  pelanggan  dan  sesuai  dengan  standar yang berlaku serta tercapainya tujuan  yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat meningkatkan kepuasan dan kenyamanan klien dengan menyelenggarakan sebuah pelayanan yang optimal sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan professional yang berlaku serta selalu menerapkan pelayanan yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

  1. Dimensi mutu pelayanan
Lima dimensi mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:
a.    Wujud nyata (tangibles) adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b.    Kehandalan (reliability) adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang dibenikan,keakuratan penanganan.
c.    Ketanggapan (responsiveness) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hai ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat.
d.    Jaminan (assurance) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dan dukungan pimpinan terhadap staf. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
1.    Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
2.    Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan
3.    Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
e.    Empati (empathy), berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Dimensi emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi :
1.    Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang ditawarkan
2.    Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan
3.    Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan
  1. Penilaian mutu pelayanan
Penilaian  terhadap  mutu  dilakukan  dengan  menggunakan  pendekatan-pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
a.    Struktur (Input)
Donabedian  (1987,  dalam  Wijono  2000)  mengatakan  bahwa  struktur merupakan  masukan  (input)  yang  meliputi  sarana  fisik perlengkapan/peralatan,  organisasi,  manajemen,  keuangan,  sumber  daya manusia dan sumber daya  lainnya dalam fasilitas  keperawatan. Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya  anggaran  atau  biaya,  dan  kewajaran.  Penilaian  juga  dilakukan terhadap  perlengkapan-perlengkapan  dan  instrumen  yang  tersedia  dan dipergunakan  untuk  pelayanan.  Selain  itu  pada  aspek  fisik, penilaian  juga mencakup  pada  karakteristik  dari  administrasi  organisasi  dan  kualifikasi  dari profesi kesehatan.Pendapat  yang  hampir  sama  dikemukakan  oleh  Tappen  (1995),  yaitu  bahwa struktur  berhubungan  dengan  pengaturan  pelayanan  keperawatan  yang diberikan  dan  sumber  daya  yang  memadai. Aspek  dalam  komponen  struktur dapat  dilihat  melalui  :  1)  fasilitas,  yaitu  kenyamanan,  kemudahan  mencapai pelayanan  dan  keamanan;  2)  peralatan,  yaitu  suplai  yang  adekuat,  seni menempatkan  peralatan;  3)  staf,  meliputi  pengalaman,  tingkat  absensi,  rata-rata turnover, dan rasio pasien-perawat; dan 4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan. 
Berdasarkan  kedua  pendapat  di  atas,  maka  pendekatan  struktur  lebih difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan,  diantaranya  yaitu  : 
1)  fasilitas  fisik,  yang  meliputi  ruang perawatan  yang  bersih,  nyaman  dan  aman,     serta  penataan  ruang  perawatan yang  indah; 
2)  peralatan,  peralatan  keperawatan  yang  lengkap,  bersih,  rapih dan  ditata  dengan  baik; 
3)  staf  keperawatan  sebagai  sumber  daya  manusia, baik  dari  segi  kualitas  maupun  kuantitas; 
4)  dan  keuangan,  yang  meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.

b.    Proses (Process)
Donabedian  (1987,  dalam  Wijono  2000)  menjelaskan  bahwa  pendekatan  ini merupakan  proses  yang  mentransformasi  struktur  (input)  ke                                 dalam  hasil  (outcome).  Proses  adalah  kegiatan  yang  dilaksanakan  secara profesional  oleh  tenaga  kesehatan  (perawat)  dan  interaksinya  dengan  pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan, prosedur dan  penanganan  kasus.  Dengan kata  lain  penilaian  dilakukan terhadap perawat  dalam  merawat  pasien.  Dan  baik  tidaknya  proses  dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu proses  itu  sendiri  sesuai  dengan  standar  pelayanan  yang  semestinya,  dan kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan).

Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan. Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau audit dari dokumentasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa  pendekatan ini  difokuskan  pada  pelaksanaan  pemberian  pelayanan  keperawatan  oleh perawat  terhadap  pasien  dengan  menjalankan  tahap-tahap  asuhan keperawatan.  Dan  dalam  penilaiannya  dapat  menggunakan  teknik  observasi maupun  audit  dari  dokumentasi  keperawatan.  Indikator  baik  tidaknya  proses dapat  dilihat  dari  kesesuaian  pelaksanaan  dengan  standar  operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya. 
c.    Hasil (Outcome)
Pendekatan  ini  adalah  hasil  akhir  kegiatan  dan  tindakan  perawat  terhadap pasien.  Dapat  berarti  adanya  perubahan  derajat  kesehatan  dan  kepuasan  baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan  pasien  dan  kepuasan  pasien  terhadap  pelayanan  perawatan  yang telah  diberikan  (Donabedian,  1987  dalam  Wijono  2000).  Sedangkan  Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas yandiberikan  oleh  petugas  kesehatan.  Hasil  ini  dapat  dinilai  dari  efektifitas  dari aktivitas pelayanan  keperawatan  yang ditentukan  dengan tingkat  kesembuhan dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini  yaitu pada  hasil  dari  pelayanan  keperawatan,  dimana  hasilnya  adalah  peningkatan derajat  kesehatan  pasien  dan  kepuasan  pasien.  Sehingga  kedua  hal  tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan. Pendekatan-pendekatan  di  atas  dapat  digunakan  sebagai  indikator  dalam melakukan  penilaian  terhadap  mutu.  Namun  sebagai  suatu  sistem  penilaian  mutu sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan strategi  yang  tepat  untuk  mengatasi  kekurangan  atau  penilaian negatif  dari  mutu pelayanan  tersebut.  Namun  seiring  berjalannya  waktu,  strategi  peningkatan  mutu mengalami  perkembangan  yang  dapat  menjadi  wacana  kita  mengenai  strategi mana  yang  tepat  dalam melakukan  upaya  yang  berkaitan  dengan  mutu  pelayanan keperawatan.  Oleh  karena  itu  pada  sub  bab  berikutnya  akan  dibahas  mengenai strategi dalam mutu pelayanan keperawatan.
  1. Strategi mutu
a.    Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality  Assurance  mulai  digunakan  di  rumah  sakit  sejak  tahun  1960-an implementasi  pertama  yaitu  audit  keperawatan.  Strategi  ini  merupakan program  untuk  mendesain  standar  pelayanan  keperawatan  dan  mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999). Sedangkan menurut Wijono (2000),  Quality  Assurance  sering  diartikan  sebagai  menjamin  mutu  atau memastikan  mutu  karena Quality Assurance berasal  dari  kata to assure  yang artinya  meyakinkan  orang,  mengusahakan  sebaik-baiknya,  mengamankan atau  menjaga.  Dimana  dalam  pelaksanaannya  menggunakan  teknik-teknik seperti  inspeksi,  internal  audit  dan  surveilan  untuk  menjaga  mutu  yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. Dengan  demikian  quality  assurance  dalam  pelayanan  keperawatan  adalah kegiatan  menjamin  mutu    yang  berfokus  pada  proses  agar  mutu pelayanan keperawatan  yang  diberikan  sesuai  dengan  standar.  Dimana  metode  yang digunakan  adalah  :  audit  internal  dan  surveilan  untuk  memastikan  apakah proses pengerjaannya (pelayanan keperawatan  yang diberikan kepada pasien) telah  sesuai  dengan  standar  operating  procedure  (SOP);  evaluasi  proses; mengelola  mutu;    dan  penyelesaian  masalah.  Sehingga  sebagai  suatu  sistem (input,  proses,  outcome),  menjaga  mutu  pelayanan  keperawatan  difokuskan hanya  pada  satu  sisi  yaitu  pada  proses  pemberian  pelayanan  keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan.

b.    Continuous  Quality  Improvement  (Peningkatan  Mutu  Berkelanjutan)
Continuous  Quality  Improvement  dalam  pelayanan  kesehatan  merupakan perkembangan  dari  Quality  Assurance  yang  dimulai  sejak  tahun  1980-an. Continuous  Quality  Improvement  (Peningkatan  mutu  berkelanjutan)  sering diartikan sama dengan Total Quality Management karena semuanya mengacu pada  kepuasan  pasien  dan  perbaikan  mutu  menyeluruh.  Namun  menurut Loughlin  dan  Kaluzny  (1994,  dalam  Wijono  2000)  bahwa  ada  perbedaan sedikit  yaitu  Total  Quality  Management dimaksudkan  pada  program  industri sedangkan  Continuous  Quality  Improvement  mengacu  pada  klinis.  Wijono (2000)  mengatakan  bahwa  Continuous  Quality  Improvement  itu  merupakan upaya peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien.  Tujuannya  adalah  untuk  meningkatkan  mutu  yang  tinggi  dalam pelayanan  keperawatan  yang  komprehensif  dan  baik,  tidak  hanya  memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku. Pendapat  lain  dikemukakan  oleh  Shortell  dan  Kaluzny  (1994) bahwa  Quality Improvement  merupakan  manajemen  filosofi  untuk  menghasilkan  pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu  yang berkelanjutan  yaitu proses  yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan  yang  baik  yaitu  yang  dapat  menimbulkan  kepuasan  pelanggan (Shortell,  Bennett  &  Byck,  1998). Sehingga  dapat  dikatakan  bahwa  Continuous  Quality  Improvement  dalam pelayanan  keperawatan  adalah  upaya  untuk  meningkatkan  mutu  pelayanan keperawatan  secara  terus  menerus  yang  memfokuskan  mutu  pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai  karakteristik-karakteristik  yang  dapat  mempengaruhi  mutu  dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
c.    Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses,  dalam  setiap  area  fungsional  dari  suatu  organisasi,  dengan menggunakan  semua  sumber  daya  manusia  dan  modal  yang  tersedia  dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh
B.   Kualitas Pelayanan Keperawatan
Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan keperawatan sebagai kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan. Sedangkan Kelompok Kerja Keperawatan (1992) menyatakan bahwa keperawatan adalah suatu bentuk layanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat, yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Layanan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.
Pelayanan Keperawatan yang diberikan kepada pasien menimbulkan adanya interaksi antara perawat dan pasien, sehingga perlu diperhatikan kualitas hubungan antara perawat dan pasien. Hubungan ini dimulai sejak pasien masuk rumah sakit. Kozier et al (1997) menyatakan bahwa hubungan perawat-pasien menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena keberhasilan penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan perawat-pasien. Oleh karena itu metode pemberian asuhan keperawatan harus memfasilitasi efektifnya hubungan tersebut. Konsep yang mendasari hubungan perawat pasien adalah hubungan saling percaya, empati, caring, otonomi, dan mutualitas.
      C. Aspek-aspek Kualitas Pelayanan Keperawatan
Menurut Depkes RI (dalam Onny, 1985) telah menetapkan bahwa pelayanan perawatan dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi aspek penerimaan, perhatian, tanggung jawab, komuniksi dan kerjasama. Selanjutnya masing-masing aspek dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek penerimaan
Aspek ini meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang lain, menerima pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial ekonomi dan budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan memiliki wawasan luas.
b.Aspek perhatian
Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap kecemasan dan ketakutan pasien.
c. Aspek Komunikasi
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling berinteraksi antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan keluarga pasien.
d. Aspek kerjasama
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien.
e. Aspek tanggung jawab
Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas, konsisten serta tepat dalam bertindak.
D. Tindakan Perawat Untuk Meningkatkan Kepuasan Pasien
Soegiarto (1999) menyebutkan lima aspek yang harus dimiliki Industri jasa pelayanan, yaitu :
1.Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu minimal sama dengan batas waktu standar. Merupakan batas waktu kunjung dirumah sakit yang sudah ditentukan waktunya.
2.Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak menjamin kepuasan konsumen. Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan kepada pasien yaitu tepat memberikan bantuan dengan keluhan-keluhan dari pasien.
3.Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan psikis selama pengkonsumsian suatu poduk atau. Dalam memberikan pelayanan jasa yaitu memperhatikan keamanan pasien dan memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada pasien sehingga memberikan rasa aman kepada pasien.
4.Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen, bahkan pada saat pelanggan menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam menerima keluhan tanpa emosi yang tinggi sehingga pasien akan merasa senang dan menyukai pelayanan dari perawat.
5.Nyaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa diterima apa adanya. Pasien yang membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat inap maupun situasi dan kondisi yang nyaman sehingga pasien akan merasakan kenyamanan dalam proses penyembuhannya.
    D.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Keperawatan Prima
Menurut Nursalam (2002) keberhasilan pelaksanaan kegiatan menjamin kualitas pelayanan keperawatan dipengaruhi oleh berbagai factor yakni :
1. Faktor pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Dimana pengetahuan manusia umumnya diperoleh diperoleh melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket terhadap responden tentang isi materi yang diukur. Dalam pengetahuan yang ingin diukur disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan dalam kognitif (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan tenaga perawat kepada kegiatan penjaminan mutu pelayanan keperawatan merupakan kegiatan penilai, memantau atau mengatur pelayanan yang berorientasi pada klien (Nurachmah, 2001).
Adapun tujuan dari penilaian mutu pelayanan keperawatan adalah untuk meningkatkan asuhan keperawatan kepada pasien atau konsumen, menghasilkan keuntungan atau pendapat institusi, mempertahankan eksistensi institusi, meningkatkan kepuasan kerja sumber daya yang ada, meningkatkan kepercayaan konsumen atau pelanggan serta menjalankan kegiatan sesuai aturan atau standar yang berlaku. Pelayanan asuhan keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan keperawatan dipersiapkan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki perawat dalam mempertahankan haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta sesuai dengan standar dan etik profesi perawat yang berkesinambungan dan terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan evaluasi tindakan yang diberikan (Nuracmah,2001). Pengetahuan perawat tentang penilaian mutu pelayanan keperawatan tidak terrlepas dari standar praktik keperawatan yang telah ditetapkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan yakni : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

2. Faktor beban kerja
Bekera adalah suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Dan aktifitas ini melibatkan baik fisik maupun mental (As’ad, 2001). Beban kerja merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberatkan pada pencapaian aktifitas untuk melakukan suatu aktifitas. Beban kerja perawat yang tinggi serta beragam dengan tuntutan institusi kerja dalam pencapaian kualitas bermutu, jumlah tenaga yang tidak memadai berpengaruh besar pada pencapaian mutu pelayanan yang diharapkan (Kusdijanto, 2000). Untuk itu perlu adanya pengorganisasian kerja perawat yang tepat dan jelas (Swansburg, 2000).
Tujuan utama menyusun rencana pembagian tugas adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya. Pembagian tugas terdiri dari tiga aspek yaitu : pengembangan tugas, keterlibatan dalam tugas, dan rotasi tugas (Nursalam, 2000). Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan adalah dengan cara menjaga kesinambungan antara beban kera perawat dan jumlah tenaga perawat yang tersedia.

3. Faktor komunikasi
Komunikasi adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Nursalam, 2000). Komunikasi dalam praktik keperawatan professional merupakan unsur utama bagi perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan untuk mencapai hasil yang optimal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik antara lain :
a.       Pendidikan
Merupakan penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehingga dapat digunakan untuk mendapatkan informasi untuk meningkatkan kualitas hidup (Notoadmojo, 2003). Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi dan makin baik pengetahuan yang dimiliki sehingga menggunakan komunikasi terapeutik secara efektif akan dapat dilakukannya.

b. Lama bekerja
Merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja ditempat kerja. Makin lama seseorang bekera makin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan makin baik cara berkomunikasinya (Alimul, 2003)

c. Pengetahuan
Merupakan proses belajar dengan meggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan (Notoadmojo, 2003). Menurut Bloom dan Kartwalk (1998) membagi pengetahuan dalam enam tingkatan diantaranya tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

d. Sikap
Sikap dalam komunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi berjalan efektif atau tidak. Sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya terhadap komunikator. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti terbuka, percaya, empati, menghargai, rendah diri dan menjadi pendengar yang baik. Kesemuanya dapat mendukung komunikasi yang terapeutik.

e. Kondisi psikologi
Pada komunikator akan mudah mempengaruhi dari isi pembicaraan melalui komunikasi terapeutik. Namun perlu memperhatikan kondisi psikologis yang baik untuk menjadikan komunikasi sebagai terapeutik. Kondisi psikologis seorang pendengar dapat dipengaruhi oleh rangsangan emosi yang disebabkan oleh pembicaraan itu sendiri. Indikator dalam melaksanakan komunikasi terapeutik (Nursalam, 2003) mendorong pasien untuk mengungkapkan pandangan dan perasaannya, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dalam setiap komunikasi serta memanggil pasien sesuai dengan identitasnya.

E.MENGUKUR MUTU
            Tiga dari macam-macam cara pengukuran mutu yang dikenal di Indonesia.
Indikator Klinis.Indikator sebagai sebuah penanda objektif yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Indikator bukan lagi data. Indikator adalah informasi. Indikator mempunyai lima karakter utama yang sering disingkat dengan “SMART”. Simple, measurable, accurate, reliable, timely. Indikator haruslah cukup mudah dipahami, dihitung, dikumpulkan data dasarnya, dan dikerjakan tepat waktu oleh pelaksana. Selain itu, indikator harus dipilih sehingga akurat dan bisa dipercaya. Indikator klinis yang sangat populer diukur di banyak rumah sakit adalah waktu respon, infeksi terkait pemasangan infus, infeksi luka operasi, angka kejadian dekubitus (pressure sore), dan kematian ibu akibat perdarahan. Angka-angka indikator ini diukur dari waktu ke waktu dengan metode yang baku dan dikembangkan akurasinya. Indikator-indikator ini bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan mengenai indikator klinis. Saat ini, manual yang dipakai lebih luas adalah standar pelayanan minimal rumah sakit yang juga diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.
Audit Medis
Audit medis merupakan proses evaluasi mutu pelayanan medis melalui telaah rekam medis oleh profesi medis sendiri. Tujuan dilakukan audit medis adalah pelayanan medis prima yang bersumber pada evaluasi mutu pelayanan, penerapan standar, dan perbaikan pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien dan standar yang telah ada. Audit medis di Indonesia diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan no. 496 tahun 2005. Pembahasan kasus kematian, kasus sulit, kasus langka, dan lain-lain adalah bentuk audit medis yang paling sederhana. Audit medis paripurna menyertakan review, assessment, dan surveillance. Audit medis adalah proses yang terus menerus karena merupakan upaya yang terus menerus. Proses inti audit medis adalah menetapkan kasus yang akan diaudit, mengumpulkan berkas kasus tersebut, dan membandingkan pelayanan medis yang diberikan dengan standar, untuk selanjutnya mengambil tindakan korektif. Audit medis dapat dilakukan mulai dari kelompok staf medis (organisasi dokter dengan kemampuan atau kompetensi klinis yang sama) sampai ke tingkat komite medis di tingkat rumah sakit
Mortality Review
Mortality review adalah bagian dari audit medis. Lewat mortality review, rumah sakit bersama dengan manajemen rumah sakit dapat mencari faktor-faktor yang berkontribusi pada kematian di rumah sakit. Untuk mencari faktor-faktor tersebut, digunakan sebuah check list yang bernama global trigger tools. Global trigger tools memuat puluhan entry point ke arah resiko tindakan, kesalahan, kelalaian, maupun kemungkinan gagal komunikasi. Titik berat mortality review adalah kematian-kematian yang terjadi pada pasien non terminal, baik kematian tersebut terjadi diintensive care unit / ICU / unit perawatan intensif maupun di ruang rawat inap biasa. Seluruh kematian non terminal ini didaftar, dipelajari rekam medisnya, dan dibahas pada pertemuan mortality review. Menggunakan global trigger tools dalam melakukan mortality review biasanya berupaya menemukan apakah ada kegagalan, terutama dalam mengenali perburukan atau masuknya pasien kepada keadaan kritis, merencanakan penegakan diagnosis dan rencana pengobatan, dan mengkomunikasikan keadaan pasien baik antar dokter, dokter kepada perawat, perawat kepada dokter, dan antar profesi kesehatan yang lain. Data mortality reviewdapat dipakai juga oleh rumah sakit dalam rangka pengembangan layanan. Misalnya, jumlah kematian yang tinggi pada pasien terminal mengindikasikan perlunya rumah sakit memikirkan layanan perawatan paliatif.

F. STRATEGI MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN
Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk mendesain standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999).
Sedangkan menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin mutu atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari kata to assure yang artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya, mengamankan atau menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti inspeksi, internal audit dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah kegiatan menjamin mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan standar. Dimana metode yang digunakan adalah :.
Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya (pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan standar operating procedure (SOP)
.Evaluasi proses
 Mengelola mutu
Penyelesaian masalah. Sehingga sebagai suatu system (input, proses, outcome), menjaga mutu pelayanan keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan
Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Menurut Loughlin dan Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management dimaksudkan pada program industry sedangkan Continuous Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon (2000) mengatakan bahwa Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994) bahwa Quality Improvement merupakan manajemen filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat menimbulkan kepuasan pelanggan (Shortell, Bennett dan Byck, 1998).
 Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. (Windy, 2009)

G. PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KEPERAWATAN 
1.   Standar 1 
Falsafah dan tujuan Pelayanan keperawatan diorganisasi dan dikelola agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar yang ditetapkan.  Kriteria:
a. Dokumen tertulis yang memuat tujuan pelayanan keperawatan harus mencerminkan peran rumah sakit, dan harus menjadi acuan pelayanan keperawatan serta diketahui oleh semua unit lain. Dokumen ini harus selalu tersedia untuk semua petugas pelayanan keperawatan 
b. Setiap unit keperawatan dapat mengembangkan sendiri tujuan khusus pelayanan keperawatan. 
c. Dokumen ini harus disempurnakan paling sedikit setiap 3 tahun. 
d. Bagan  struktur organisasi harus memperlihatkan secara jelas garis 
e.Komando, tanggung jawab, kewenangan serta hubungan kerja dalam pelayanan keperawatan dan hubungan dengan unit lain.
f. Uraian tugas tertentu yang tertulis harus diberikan kepada setiap petugas hal hal sebagai berikut : 
Kualifikasi yang dibutuhkan untuk jabatan petugas yang bersangkutan garis kewenangan 
  Fungsi dan tanggungjawab 
  Frekuensi dan jenis penilaian kemamapuan staf 
Masa kerja dan kondisi pelayanan (Etika LavleeHongki, 2012)
2. Standar 2 
            Administrasi dan pengelolaan Pendekatan sistematika yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan pasien. Kriteria:
Asuhan keperawatan mencerminkan standar praktek keperawatan yang berlaku dan ditujukan pada pasien atau keluarganya, yang mencakup asuhan keperawatan dasar, penugasan pasien atau keperawatan terpadu. Perawat bertanggungjawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan .Staff keperawatan senantiasa harus menghormati hak keleluasaan pribadi, martabat dan kerahasiaan pasien. . Staff keperawatan berpartisipasi pada berbagai pertemuan tentag asuhan pasien. Penelitian keperawatan,Bila penelitian keperawatan dilakukan, hak asasi pasien harus dilindungi sesuai dengan pedoman yang berlaku dengan menjunung tinggi etika profesi (Etika LavleeHongki, 2012)
3. Standar 3 
Staff dan pimpinan Pelayanan keperawatan dikelola untuk mencapai tujuan pelayanan. Kriteria:
Pelayanan keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang mempunyai kualifikasi manager. 
Kepala keperawatan mempunyai kewenangan atau bertanggungjawab bagi berfungsinya pelayanan keperawatan ; sebagai anggota pimpinan harus aktif menghadiri rapat pimpinan. 
 Apabila kepala perawatan berghalangan harus ada seorang perawat pengganti yang cakap dapat diserahi tanggungjawab dan kewenangan. 
Setiap perawat harus mempunyai izin praktek perawat yang masi berlaku dan berkualifikasi professional sesuai jabatan yang didudukinya. Jumlah dan jenis tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pasien  fasilitas dan peralatan (Etika LavleeHongki, 2012).
4. Standar 4 
Fasilitas dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan peayanan keperawatan. Kriteria:
Tersedianya tempat dan peralatan yang sesuai untuk melaksanakan tugas 
Bila digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan oleh staf yang telah mendapatkan pelatihan. (Etika LavleeHongki, 2012)
5. Standar 5 
 Kebijakan dan prosedur Adanya kebijakan dan prosedur secara tertulis yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan prinsip praktek keperawatan yang konsisten dengan tujuan pelayanan keperawatan. Kriteria: Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur keperawatan. Staf keperawatan yang aktif terlibat dalam asuhan langsung kepada pasien harus diikut sertakan dalam perumusan kebijakan dan prosedur keperawatan. Ada bukti bahwa staf keperawatan bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang mengatur standar pratek keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku. Ada kebijakan mengenai ruang lingkup dan batasan tanggung jawab serta kegiatan staf keperawatan Pengertian: Sebagai contoh kebijakan ialah penyuntikan/ pengobatan pada terapi intravena, pemberian darah dan produk darah, menerima pesan melalui telepon, pemberian informasi kepada mass media dan polisi, pencatatan dan pelaporan, pelaksanaan prosedur kerja. Tersedianya pedoman praktek keperawatan yang meliputi:
-Prinsip-prinsip yang mendasari prosedur 
-Garis besar prosedur
Kemungkinan perawat menyesuaikan prosedur terhadap kebutuhan pasien. (Etika LavleeHongki, 2012)
6. Standar 6 
Pengembangan staf dan program pendididkan Harus ada program pengembangan dan pendidikan berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya. Kriteria:Program pengembangan staf dikoordinasi oleh seorang perawat terdaftar.Tujuan program orientasi dan pelatihan harus mengacu pada efektifitas program pelayanan.Tersedianya program orientasi bagi smua staf keperawatan yang baru dan bagi perawat yangbaru ditempatkan pada bidang khusus, meliputi : 
Informasi tentang hubungan antara pelayana keperawatan dengan rumah sakit
Penjelasan mengenai kebijakan dan prosedur kerja dirumah sakit dan pelayanan keperawatan
 Penjelasan mengenai metode penugasan asuhan keperawatan dan standar praktek keperawatan.Prosedur penilaian terhadap staf keperawata
Penjelasan mengenai tugas dan fungsi khusus , garis kewenangan, dan ruang lingkup tanggung jawab.Cara untuk mendapatkan bahan – sumber yang tepat Identifikasi kebutuhan belajar bagi tiap individu. Petunjuk mengenai prosedur pengamanan yang harus diikuti Pelatihan mengenai tekhnik pertolongan hidup dasar (basic life support).Pencatatan kehadiran staf dalam program pengembanagan harus disimpan   dengan baik. (Etika LavleeHongki, 2012)
7. Standar 7
Evaluasi dan pengendalian mutu Pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang mutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu dirumah sakit. Kriteria:
-Adanya rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendalian mutu keperawatan.
- Program pengendalian mutu keperawatan meliputi:
-Pelayanan keperawatan terhadap standar yang telah ditetapkan. 
- Penampilan kerja semua tenaga perawat. 
 - Proses dan hasil pelayanan keperawatan. 
-Tersedianya pendayagunaan sumber daya dari rumah sakit.
Perawat terdaftar ditugaskan untuk mengkoordinasi program ini. Kegiatan   pengendalian mutu meliputi hal-hal: 
-Pemantauan: pengumpulan informasi secara rutin tentang pemberian pelayanan yang penting. -Pengkajian: pengkajian secara periode tentang  Informasi tersebut diatas untuk mengidentififkasi maslaah penting dalam pemberian pelayanan dan kemungkinan untuk mengatasinya.
- Tindakan : bila dan kemungkinan untuk mengatasi telah diketahui maka tindakan harus diambil. 
 -Evaluasi : keefektifan tindakan yang diambil harus di efaluasi untuk dimanfaatkan dalam jangga panjang. 
- Umpan balik : hasil kegiatan dikomunikasikan kepada staf secara teratur . Daftar hadir dan periksalah pertemuan disimpan,yang secara teliti mencerminkan transaksi , kesimpulan , rekomendasi ,tindakan yang diambil, dan hasil tindakan tersebut,sebagaihasil dari kegiatan-kegiatan pengendalian mutu. (Etika LavleeHongki, 2012)

H. TUJUAN DAN MAANFAAT JAMINAN MUTU
Tujuan
Tujuan program menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan dapat diuraikan sebagai berikut:
Tujuan antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
Tujuan akhir yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.

Manfaat
Apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh. Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan hukum.Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan .

PATIENT SAFETY DALAM KAITANNYA DENGAN JAMINAN MUTU DALAM ASUHAN KEPERAWATAN 
Kaitannya sangat erat dimana layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari risiko cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak. kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.

LANGKAH – LANGKAH PENERAPAN JAMINAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN BERBASIS TRIHITA KARANA 
Pelayanan kesehatan di jaman sekarang ini harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Semua itu dapat terpenuhi jika pelayanan kesehatan mempunyai mutu pelayanan yang optimal. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Jaminan mutu pelayanan kesehatan yang baik tidak terlepas dari profesionalisme perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Dalam memberikan pelayanan keperawatan, perawat bisa menggunakan Tri Hita Karana sebagai patokan sehingga mutu pelayanan yang bagus dapat tercapai.
Penerapan jaminan mutu pelayanan keperawatan yang berbasis Tri Hita Karana akan dapat menumbuhkan kepuasan kerja, komitmen, dan  peningkatan moral profesi layanan kesehatan serta akhirnya akan menimbulkan kepuasan klien. Layanan kesehatan yang bermutu akan membuat organisasi layanan kesehatan menjadi terhormat, terkenal dan selalu dicari oleh siapa yang membutuhkan layanan kesehatan yang bermutu serta menjadi tempat kerja idaman bagi profesi layanan yang kompeten yang berperilaku terhormat. Mutu pelayanan yang bermutu juga akan memperhatikan outcomes layanan kesehatan benar benar bermanfaat bagi klien.
Melakukan pelayanan bermutu sesuatu yang menimbulkan kepuasan pribadi, dengan menerapkan konsep Tri Hita Karana dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat diharapkan bekerja semakin cermat dan selalu menggunakan nalar. Bekerja dengan lebih cermat bukan berarti harus bekerja keras, sebaliknya bekerja dengan memperhatikan mutu artinya bekerja lebih arif dangan sistem yang baik sehingga hasilnya akan lebih baik,  tetapi dengan upaya dan pemborosan yang semakin kurang.   Tingkat mutu pelayanan kesehatan akan ditentukan bedasarkan tingkat keseimbangan yang terjadi antara ketiga unsur tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. .    KESIMPULAN
Pelayanan keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu, kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
Pengertian mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti mutu dilihat dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan (Azwar, 1996)
  1. Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. komunikasi, keramahan dan kesungguhan juga termasuk didalamnya.
b.    Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu berhubungan dengan dokter, paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang sesuai dengan perkembangan teknologi.
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan sebagai suatu hal yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang dapat menimbulkan kepuasan klien sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk, serta pihak lain, pelayanan yang sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan yang professional yang telah ditetapkan. Tappen  (1995)  menjelaskan  bahwa  mutu adalah  penyesuaian  terhadap  keinginan  pelanggan  dan  sesuai  dengan  standar yang berlaku serta tercapainya tujuan  yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat meningkatkan kepuasan dan kenyamanan klien dengan menyelenggarakan sebuah pelayanan yang optimal sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan professional yang berlaku serta selalu menerapkan pelayanan yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.


B.     SARAN
Perawat membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu meningkatkan autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya, perawat mendukung martabat kemanusiaan dan berprilaku sebagai advokat bagi pasien, perawat menjaga kerahasiaan pasien, beriorentasi pada akuntabilitas perawat, dan perawat bekera dalam lingkungan yang kompeten, etik, dan aman.
Prinsip pelayanan prima dibidang kesehatan:
1.      Mengutamakan pelanggan
2.      Sistem yang efektif
3.      melayani dengan hati nurani
4.      perbaikan berkelanjutan pemberdayaan pelanggan























DAFTAR PUSTAKA
Menuju pelayanan kesehatan yang lebih bermutu. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
DepKesRI (2003), Indonesia sehat 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I
http://www.mutupelayanankesehatan.net/index.php/publikasi/artikel/19-headline/1272-jenis-jenis-indikator-mutu-pelayanan-keperawatan. Di akses pada tanggal 29 September 2014.









Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah Gagal Jantung Kongestif(CHF)

Makalah Perawatan Kritis