Makalah Mutu Pelayanan Keperawatan
MAKALAH
PELAYANAN PRIMA
NAMA : ASNIAR SAFITRI
NIM : 210 2016
04
AKADEMI
KEPERAWATAN LAPATAU BONE
2018
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah merupakan satu
kata yang sangat pantas penulis ucapkan kepada Allah STW, yang karena
bimbingannyalah maka penulis bisa menyelesaikan sebuah makalah Pelayanan prima
berjudul "Mutupelayanan
keperawatan".
Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dalam jangka waktu tertentu
sehingga menghasilkan karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Saya
mengucapkan terimakasih kepada pihak terkait yang telah membantu saya dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam penyusunan makalah ini.
Saya menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada
makalah ini. Oleh karna itu saya mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.
Terima kasih, dan semoga makalah ini bisa memberikan sumbangsih positif
bagi kita semua.
Watampone,
15 februari 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penelitian
D. Manfaat penelitian
BAB II : PEMBAHASAN
A.
Konsep mutu pelayanan
B.
Kualitas pelayanan keperawatan
C.
Aspek-aspek Kualitas Pelayanan Keperawatan
D.
Tindakan Perawat Untuk Meningkatkan Kepuasan Pasien
E.
Mengukur mutu
F.
Strategi mutu pelayanan keperawatan
G.
Pengembangan
standar pelayanan keperawatan
H.
Tujuan dan
maanfaat jaminan mutu
BAB III: PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pelayanan
keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu,
kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada
kebutuhan dan keinginan lebih
dari yang diharapkan pelanggan atau pasien
. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
. Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar dalam setiap transaksi.
Pelayanan prima
pada dasarnya ditunjukan untuk memberikan kepuasan kepada pasien. Pelayanan
yang diberikan oleh rumah sakit harus berkualitas dan memiliki lima dimensi
mutu yang utama yaitu : tangibles, re;iability, responsiveness, assurance, dan
empathy.
Mutu
pelayanan rumah sakit berkaitan dengan mutu pelayanan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat. Menurut Nurachmah (2001) pelayanan keperawatan di rumah
sakit merupakan bagian utama dari pelayanan keperawatan yang diberikan pada
pasien, oleh karena itu kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh
keefektifan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien sehingga
mutu pelayanan keperawatan yang baik diharapkan pasien akan merasa puas
sehingga pasien akan kembali ke rumah sakit tersebut jika membutuhkan pelayanan
kesehatan. Dalam upaya pelayanan kesehatan yang dilakukan dalam rumah sakit
harus ada tolak ukurnya. Salah satu indikator bahwa mutu asuhan keperawatan
adalah kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai jasa pelayanan. Kepuasan
pasien sangat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku petugas. Ketrampilan yang
diberikan perawat, pemberian info yang jelas pada pasien dan keluarganya,
fasilitas rumah sakit, rasa empati yang diberikan oleh perawat pada pasien,
penampilan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan, prosedur yang mudah
bagi pasien. Selain itu kepuasan yang mengacu pada penerapan pelayanan
kesehatan meliputi ketersediaan pelayanan kesehatan, keterjangkauanya pelayanan
kesehatan, efisien pelayan kesehatan. Sehingga dalam pemberian pelayanan yang
baik akan terbentuk kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan sebagai pengguna
jasa pelayanan, (Azwar 1998).
Kepuasan pasien masing-masing pasien berbeda-beda karena perkembangan
jaman yang semakin maju, pendidikan yang lebih tinggi, pengalaman juga materi
yang berlebih menjadikan semakin banyaknya tuntunan yang diajukan, maka
merupakan tantangan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang bahwa sangat penting bagi pihak
RS untuk meningkatkan dan menjaga kepuasan pasien serta perlunya mengetahui kualitas
pelayanan perawat di RS. Maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
“ Apa saja yang harus dilakukan perawat untuk meningkatkan kepuasan
pasien terkait hal tersebut? “
C. Tujuan
Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui seberapa pentingkah kepuasan pasien dan keluarga pasien
bagi pihak Rumah Sakit.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui apa saja yang harus dilakukan perawat untuk
meningkatkan kepuasan pasien.
D. Manfaat
Penelitian
1.Bagi Perawat
Sebagai acuan untuk tetap meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
terutama meningkatkan kepuasan pasien.
2.Bagi peneliti
Memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian . Di
samping itu untuk bekal mengembangkan penelitian berikutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Mutu Pelayanan
- Pelayanan kesehatan
Pelayanan adalah
produk yang dihasilkan oleh suatu organisasi
dapat menghasilkan barang atau jasa. Jasa diartikan
juga sebagai pelayanan karena jasa itu
menghasilkan pelayanan (Supranto, 2006). Kotler (1997)
dan Tjiptono (2004), menjelaskan karakteristik
dari pelayanan sebagai berikut :
a. Intangibility (tidak berwujud), yaitu suatu pelayanan
mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan atau dinikmati, tidak
dapat dilihat, didengar dan dicium sebelum dibeli oleh konsumen. Misalnya
: pasien dalam suatu rumah sakit akan
merasakan bagaimana pelayanan keperawatan yang
diterimanya setelah menjadi pasien rumah sakit tersebut.
b. Inseparibility (tidak dapat dipisahkan),
yaitu pelayanan yang dihasilkan dan dirasakan
pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki
oleh seseorang untuk diserahkan kepada
pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari pelayanan tersebut.
Dengan kata lain, pelayanan dapat diproduksi dan
dikonsumsi/dirasakan secara bersamaan. Misalnya :
pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dapat
langsung dirasakan kualitas pelayanannya.
c. Variability (bervariasi), yaitu pelayanan bersifat
sangat bervariasi karena merupakan non
standardized dan senantiasa mengalami perubahan
tergantung dari siapa pemberi pelayanan, penerima
pelayanan dan kondisi di mana serta
kapan pelayanan tersebut diberikan.
Misalnya : pelayanan yang diberikan kepada
pasien di ruang rawat inap kelas VIP berbeda dengan kelas tiga.
d. Perishability (tidak tahan lama), dimana pelayanan
itu merupakan komoditas yang tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.
Misalnya : jam tertentu tanpa ada pasien di
ruang perawatan, maka pelayanan yang biasanya
terjadi akan hilang begitu saja karena
tidak dapat disimpan untuk dipergunakan lain waktu.
Menurut
Donabedian (1988) aspek pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
a. Struktur, sarana fisik, perlengkapan, dan perangkat
organisasi dan manajemen mulai dari keuangan, SDM, dan sumber daya lainnya
b. Proses, semua kegiatan medis yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan mulai dari dokter, perawat, apoteker dan professional lainnya
dalam berinteraksi dan berkomuniksi dengan klien.
c. Output, hasil
akhir kegiatan dan pelayanan professional yang telah diberikan kepada klien
dalam meningkatkan derjat kesehatan dan kepuasan klien
- Pelayanan Keperawatan
Herderson
(1966, dalam Kozier et al, 1997)
menjelaskan pelayanan keperawatan sebagai kegiatan
membantu individu sehat atau sakit dalam
melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu
tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan
tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang
seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup
kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.Berdasarkan kebijakan
Depkes RI (1998), mutu pelayanan keperawtan adalah pelayanan kepada pasien yang
berdasarkan standar keahlian untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien,
sehingga pasien dapat memperoleh kepuasan dan akhirnya dapat meningkatkan
kepercayaan kepada rumah sakit, serta dapat menghasilkan keunggulan kompetitif
melalui pelayanan yang bermutu, efisien, inovatif dan menghasilkan customer
responsiveness.
Standar
praktek keperawatan telah disahkan oleh MENKES Rl dalam Surat Keputusan Nomor :
660/Menkes/SK/IX/1987. Kemiidian diperbaruhi dan disahkan berdasarkan SK DIRJEN
YANMED Rl No : 00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Kemudian pada tahun
1996,DPP PPNI menyusun standar profesi keperawatan SK No : 03/DPP /SKI/1996
yang terdiri dari standar pelayanan keperawatan, praktek keperawatan, standar
pendidikan keperawatan dan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan.
Mutu
pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu
pelayanan keperawatan yang komprehensif meliputi
bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat
profesional kepada pasien (individu, keluarga
maupun masyarakat) baik sakit maupun sehat,
dimana perawatan yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan.
Namun pada dasarnya, definisi mutu pelayanan
keperawatan itu dapat berbeda-beda tergantung
dari sudut pandang mana mutu tersebut dilihat.
(Rakhmawati, 2009)
Berbagai
sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan
keperawatan tersebut diantaranya yaitu :
a. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer
(1989) menjelaskan bahwa pasien atau
keluarga pasien mendefinisikan mutu sebagai
adanya perawat atau tenaga kesehatan yang
memberikan perawatan yang terampil dan kemampuan
perawat dalam memberikan perawatan. Sedangkan
Wijono (2000) menjelaskan mutu pelayanan berarti
suatu empati, respek dan tanggap akan
kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan
cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung.
Pada umumnya mereka ingin pelayanan yang
mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga pasien
beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan
tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu
pelayanan keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu,
keluarga, masyarakat) sebagai pelaksanaan pelayanan
keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang
berlandaskan rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan
dari perawat serta kemampuan perawat dalam
memberikan pelayanan. Selain itu melalui
pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat menghasilkan
peningkatan derajat kesehatan pasien.
b. Sudut Pandang Perawat
Mutu
berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri
atau terbebas dari sakitnya (Meishenheimer, 1989). Pendapat lainnya
dikemukakan oleh Wijono (2000), bahwa mutu pelayanan berarti bebas
melakukan segala sesuatu secara profesional untuk meningkatkan derajat
kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang
baik dan memenuhi standar yang baik. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa perawat
sebagai tenaga profesional yang memberikan
pelayanan keperawatan terhadap pasien mendefinisikan
mutu pelayanan keperawatannya sebagai kemampuan
melakukan asuhan keperawatan yang profesional
terhadap pasien (individu, keluarga,
masyarakat) dan sesuai standar keperawatan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Sudut Pandang Manajer Keperawatan
Mutu
pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik
dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik
serta alokasi sumber daya yang tepat
(Wijono, 2000). Pelayanan keperawatan memerlukan
manajemen yang baik sehingga manajer keperawatan
mempunyai peranan penting dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dengan melaksanakan
fungsi-fungsi manajemen dengan baik yang
memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan
pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Selain itu
pengelolaan pun mencakup pada manajemen keuangan dan logistik.
d. Sudut Pandang Institusi Pelayanan
Meishenheimer
(1989) mengemukakan bahwa mutu pelayanan
diasumsikan sebagai kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting
mencakup tipe dan kualitas stafnya untuk
memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi
terhadap perawatan terhadap pasien yang
tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan
terhadap operasional institusi. Sedangkan Wijono
(2000) menjelaskan bahwa mutu dapat berarti
memiliki tenaga profesional yang bermutu dan
cukup. Selain itu mengharapkan efisiensi
dan kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal
tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek
seperti tidak adanya pemborosan tenaga,
peralatan, biaya, waktu dan sebagainya.
e. Sudut Pandang Organisasi Profesi
Badan
legislatif dan regulator sebagai pembuat
kebijakan baik lokal maupun nasional lebih
menekankan pada mendukung konsep mutu
pelayanan sambil menyimpan uang pada
program yang spesifik. Dan selain itu juga
menekankan pada institusi-institusi pelayanan
keperawatan dan fasilitas pelayanan keperawatan. Badan akreditasi
dan sertifikasi menyamakan kualitas dengan mempunyai seluruh
persyaratan administrasi dan dokumentasi klinik
yang lengkap pada periode waktu tertentu
dan sesuai dengan standar pada level yang
berlaku. Sertifikat mengindikasikan bahwa
institusi pelayanan keperawatan tersebut telah
sesuai standar minimum untuk menjamin keamanan
pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya
terbatas pada standar pendirian institusi tetapi
juga membuat standar sesuai undang-undang yang
berlaku (Meishenheimer , 1989).
Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai
organisasi profesi mempunyai tanggung jawab dalam
meningkatkan profesi keperawatan. Sehingga untuk
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan, organisasi
profesi tersebut membuat dan memfasilitasi kebijakan
regulasi keperawatan yang mencakup sertifikasi,
lisensi dan akreditasi. Dimana regulasi tersebut
diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan yang
diberikan telah berdasarkan kaidah suatu
profesi dan pemberi pelayanan keperawatan telah memenuhi
standar kompetensi yang telah ditetapkan.
Tujuan
standar keperawatan merrnrut Gilies (1989) adalah:
a. Meningkatkan asuhan keperawatan.
b. Mengurangi biaya asuhan keperawatan
c. Melindungi perawat dan kelalaian dalam melaksanaka
tugas danmelindungi pasien dan tindakan yang tidak terapeutik.
Standar pelavanan
keperawatan menurut Depkes Rl 1996 adalahmeliputi:
a. Startdar 1 :
falsafah keperawatan
b. Standar 2 :
tujuan asuhan keperawatan.
c. Standar 3 :
pengkajian keperawatan
d. Standar 4 :
diagnosa keperawatan.
e. Standar 5 :
perencanaan keperawatan.
f. Standar
6 : intervensi keperawatan
g. Staridar 7 :
evaluasi keperawatan.
h. Standar 8 :
catatan asuhan keperawatan.
- Mutu pelayanan
Pengertian
mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti mutu dilihat
dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan
(Azwar, 1996)
a. Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan
erat dengan ketanggapan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi
kebutuhan klien. komunikasi, keramahan dan kesungguhan juga termasuk
didalamnya.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu
berhubungan dengan dokter, paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang
sesuai dengan perkembangan teknologi.
Menurut
Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan sebagai suatu hal
yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang dapat menimbulkan
kepuasan klien sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk, serta pihak lain,
pelayanan yang sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan yang professional
yang telah ditetapkan. Tappen (1995) menjelaskan bahwa
mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan
pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku serta
tercapainya tujuan yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu
pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat meningkatkan kepuasan dan kenyamanan
klien dengan menyelenggarakan sebuah pelayanan yang optimal sesuai dengan kode
etik dan standard pelayanan professional yang berlaku serta selalu menerapkan
pelayanan yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
- Dimensi mutu pelayanan
Lima dimensi
mutu pelayanan (Service Quality), terdiri dan:
a. Wujud nyata (tangibles)
adalah wujud Iangsung yang meliputi fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran
peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM perusahaan dan
keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
b. Kehandalan (reliability)
adalah aspek-aspek keandalan system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa
yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana kepedulian
perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa
sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang
dibenikan,keakuratan penanganan.
c. Ketanggapan (responsiveness)
adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen.
Hai ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan
kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu
konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan
cepat.
d. Jaminan (assurance)
adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan
yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan,
kesabaran karyawan, dan dukungan pimpinan terhadap staf. Dimensi kepastian atau
jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
1. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan
dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
2. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan,
perhatian dan sikap para karyawan
3. Kredibilitas (Credibility), meliputi hal-hal
yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi
dan sebagainya.
e. Empati (empathy),
berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi
perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen,
pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan, kesesuaian
waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Dimensi emphaty ini merupakan
penggabungan dari dimensi :
1. Akses (Acces), meliputi kemudahan untuk
memafaatkan jasa yang ditawarkan
2. Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan
melaukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau
memperoleh masukan dari pelanggan
3. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the
Customer), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan
dan keinginan pelanggan
- Penilaian mutu pelayanan
Penilaian
terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
a. Struktur (Input)
Donabedian
(1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa
struktur merupakan masukan (input) yang meliputi
sarana fisik perlengkapan/peralatan, organisasi,
manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya struktur
sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur, besarnya
anggaran atau biaya, dan kewajaran.
Penilaian juga dilakukan terhadap
perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang
tersedia dan dipergunakan untuk pelayanan. Selain
itu pada aspek fisik, penilaian juga mencakup
pada karakteristik dari administrasi organisasi
dan kualifikasi dari profesi kesehatan.Pendapat yang
hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995),
yaitu bahwa struktur berhubungan dengan
pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan
dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam
komponen struktur dapat dilihat melalui :
1) fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan
mencapai pelayanan dan keamanan; 2) peralatan,
yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan
peralatan; 3) staf, meliputi pengalaman,
tingkat absensi, rata-rata turnover, dan rasio pasien-perawat; dan
4) Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan
kedua pendapat di atas, maka pendekatan
struktur lebih difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam
pelaksanaan pelayanan keperawatan, diantaranya yaitu :
1) fasilitas fisik, yang
meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman
dan aman, serta
penataan ruang perawatan yang indah;
2) peralatan, peralatan
keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan
ditata dengan baik;
3) staf keperawatan sebagai
sumber daya manusia, baik dari segi
kualitas maupun kuantitas;
4) dan keuangan, yang meliputi
bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang menjadi
masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya manusia,
keuangan maupun logistik.
b. Proses (Process)
Donabedian
(1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa
pendekatan ini merupakan proses yang
mentransformasi struktur (input)
ke
dalam hasil (outcome). Proses adalah
kegiatan yang dilaksanakan secara profesional
oleh tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya
dengan pasien. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan,
indikasi tindakan, prosedur dan penanganan kasus. Dengan
kata lain penilaian dilakukan terhadap perawat
dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya
proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien,
fleksibelitas/efektifitas, mutu proses itu sendiri
sesuai dengan standar pelayanan yang
semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan).
Tappen
(1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan
aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan. Hal ini
termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan
konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau
audit dari dokumentasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan
ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian
pelayanan keperawatan oleh perawat terhadap
pasien dengan menjalankan tahap-tahap asuhan
keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat
menggunakan teknik observasi maupun audit dari
dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya
proses dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan
dengan standar operasional prosedur, relevansi tidaknya dengan
pasien dan efektifitas pelaksanaannya.
c. Hasil (Outcome)
Pendekatan
ini adalah hasil akhir kegiatan dan
tindakan perawat terhadap pasien. Dapat berarti
adanya perubahan derajat kesehatan dan
kepuasan baik positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat
diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan
pasien terhadap pelayanan perawatan yang telah
diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono
2000). Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan
dengan hasil dari aktivitas yandiberikan oleh petugas
kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari
efektifitas dari aktivitas pelayanan keperawatan yang
ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan kemandirian. Sehingga
dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil
dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya
adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut
dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan. Pendekatan-pendekatan
di atas dapat digunakan sebagai indikator
dalam melakukan penilaian terhadap mutu. Namun
sebagai suatu sistem penilaian mutu sebaiknya dilakukan
pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur, proses dan
hasil. Dan setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan
strategi yang tepat untuk mengatasi
kekurangan atau penilaian negatif dari mutu pelayanan
tersebut. Namun seiring berjalannya waktu,
strategi peningkatan mutu mengalami perkembangan
yang dapat menjadi wacana kita mengenai
strategi mana yang tepat dalam melakukan upaya
yang berkaitan dengan mutu pelayanan keperawatan.
Oleh karena itu pada sub bab
berikutnya akan dibahas mengenai strategi dalam mutu
pelayanan keperawatan.
- Strategi mutu
a. Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality
Assurance mulai digunakan
di rumah sakit sejak tahun 1960-an
implementasi pertama yaitu audit keperawatan.
Strategi ini merupakan program untuk mendesain standar
pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar
tersebut (Swansburg, 1999). Sedangkan menurut Wijono (2000),
Quality Assurance sering diartikan sebagai
menjamin mutu atau memastikan mutu karena Quality
Assurance berasal dari kata to assure yang artinya
meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya,
mengamankan atau menjaga. Dimana dalam
pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti
inspeksi, internal audit dan surveilan
untuk menjaga mutu yang mencakup dua tujuan yaitu :
organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas prosedur
tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan. Dengan
demikian quality assurance dalam pelayanan
keperawatan adalah kegiatan menjamin mutu
yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan
keperawatan yang diberikan sesuai dengan
standar. Dimana metode yang digunakan adalah
: audit internal dan surveilan untuk
memastikan apakah proses pengerjaannya (pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan standar
operating procedure (SOP); evaluasi proses;
mengelola mutu; dan penyelesaian
masalah. Sehingga sebagai suatu sistem (input,
proses, outcome), menjaga mutu pelayanan
keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi
yaitu pada proses pemberian pelayanan keperawatan
untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan.
b. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous
Quality Improvement
dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan
dari Quality Assurance yang dimulai sejak
tahun 1980-an. Continuous Quality Improvement
(Peningkatan mutu berkelanjutan) sering diartikan sama dengan
Total Quality Management karena semuanya mengacu pada
kepuasan pasien dan perbaikan mutu
menyeluruh. Namun menurut Loughlin dan Kaluzny
(1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada
perbedaan sedikit yaitu Total Quality Management
dimaksudkan pada program industri sedangkan
Continuous Quality Improvement mengacu pada
klinis. Wijono (2000) mengatakan bahwa Continuous
Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu
secara terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang
tinggi dalam pelayanan keperawatan yang
komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi
harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku. Pendapat
lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny
(1994) bahwa Quality Improvement merupakan manajemen
filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan
Continuous Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang
berkelanjutan yaitu proses yang dihubungkan dengan memberikan
pelayanan yang baik yaitu yang dapat
menimbulkan kepuasan pelanggan (Shortell, Bennett
& Byck, 1998). Sehingga dapat dikatakan bahwa
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan
keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan secara terus menerus
yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan
dan kepuasan pasien. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai
karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi
mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
c. Total quality manajemen (TQM)
Total
Quality Manajemen (manajemen
kualitas menyeluruh) adalah suatu cara meningkatkan performansi secara terus
menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap
area fungsional dari suatu organisasi, dengan
menggunakan semua sumber daya manusia dan
modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan
perbaikan mutu menyeluruh
B. Kualitas Pelayanan Keperawatan
Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut
Herderson (1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan keperawatan sebagai
kegiatan membantu individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas
untuk membuat individu tersebut sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal
dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan), atau membantu apa yang seharusnya
dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan, keinginan, atau pengetahuan.
Sedangkan Kelompok Kerja Keperawatan (1992) menyatakan bahwa keperawatan adalah
suatu bentuk layanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan
kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat,
yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Layanan keperawatan diberikan
karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta
kurangnya kemauan dalam melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.
Pelayanan Keperawatan yang diberikan kepada pasien menimbulkan adanya
interaksi antara perawat dan pasien, sehingga perlu diperhatikan kualitas
hubungan antara perawat dan pasien. Hubungan ini dimulai sejak pasien masuk
rumah sakit. Kozier et al (1997) menyatakan bahwa hubungan perawat-pasien
menjadi inti dalam pemberian asuhan keperawatan, karena keberhasilan
penyembuhan dan peningkatan kesehatan pasien sangat dipengaruhi oleh hubungan
perawat-pasien. Oleh karena itu metode pemberian asuhan keperawatan harus
memfasilitasi efektifnya hubungan tersebut. Konsep yang mendasari hubungan
perawat pasien adalah hubungan saling percaya, empati, caring, otonomi,
dan mutualitas.
C.
Aspek-aspek Kualitas Pelayanan Keperawatan
Menurut Depkes RI (dalam Onny, 1985) telah menetapkan bahwa pelayanan perawatan
dikatakan berkualitas baik apabila perawat dalam memberikan pelayanan kepada
pasien sesuai dengan aspek-aspek dasar perawatan. Aspek dasar tersebut meliputi
aspek penerimaan, perhatian, tanggung jawab, komuniksi dan kerjasama.
Selanjutnya masing-masing aspek dijelaskan sebagai berikut:
a. Aspek
penerimaan
Aspek ini meliputi sikap perawat yang selalu ramah, periang, selalu
tersenyum, menyapa semua pasien. Perawat perlu memiliki minat terhadap orang
lain, menerima pasien tanpa membedakan golongan, pangkat, latar belakang sosial
ekonomi dan budaya, sehingga pribadi utuh. Agar dapat melakukan pelayanan
sesuai aspek penerimaan perawat harus memiliki minat terhadap orang lain dan
memiliki wawasan luas.
b.Aspek
perhatian
Aspek ini meliputi sikap perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
perlu bersikap sabar, murah hati dalam arti bersedia memberikan bantuan dan
pertolongan kepada pasien dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan, memiliki
sensitivitas dan peka terhadap setiap perubahan pasien, mau mengerti terhadap
kecemasan dan ketakutan pasien.
c. Aspek
Komunikasi
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus bisa melakukan komunikasi
yang baik dengan pasien, dan keluarga pasien. Adanya komunikasi yang saling
berinteraksi antara pasien dengan perawat, dan adanya hubungan yang baik dengan
keluarga pasien.
d. Aspek kerjasama
d. Aspek kerjasama
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan kerjasama
yang baik dengan pasien dan keluarga pasien.
e. Aspek
tanggung jawab
Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun
dalam tugas, mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas,
konsisten serta tepat dalam bertindak.
D. Tindakan Perawat Untuk Meningkatkan Kepuasan Pasien
Soegiarto (1999) menyebutkan lima aspek yang harus dimiliki Industri
jasa pelayanan, yaitu :
1.Cepat, waktu yang digunakan dalam melayani tamu
minimal sama dengan batas waktu standar. Merupakan batas waktu kunjung dirumah
sakit yang sudah ditentukan waktunya.
2.Tepat, kecepatan tanpa ketepatan dalam bekerja tidak
menjamin kepuasan konsumen. Bagaimana perawat dalam memberikan pelayanan kepada
pasien yaitu tepat memberikan bantuan dengan keluhan-keluhan dari pasien.
3.Aman, rasa aman meliputi aman secara fisik dan
psikis selama pengkonsumsian suatu poduk atau. Dalam memberikan pelayanan jasa
yaitu memperhatikan keamanan pasien dan memberikan keyakinan dan kepercayaan
kepada pasien sehingga memberikan rasa aman kepada pasien.
4.Ramah tamah, menghargai dan menghormati konsumen,
bahkan pada saat pelanggan menyampaikan keluhan. Perawat selalu ramah dalam
menerima keluhan tanpa emosi yang tinggi sehingga pasien akan merasa senang dan
menyukai pelayanan dari perawat.
5.Nyaman, rasa nyaman timbul jika seseorang merasa
diterima apa adanya. Pasien yang membutuhkan kenyaman baik dari ruang rawat
inap maupun situasi dan kondisi yang nyaman sehingga pasien akan merasakan
kenyamanan dalam proses penyembuhannya.
D.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelayanan Keperawatan Prima
Menurut
Nursalam (2002) keberhasilan pelaksanaan kegiatan menjamin kualitas pelayanan
keperawatan dipengaruhi oleh berbagai factor yakni :
1. Faktor
pengetahuan
Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia. Dimana pengetahuan manusia umumnya diperoleh diperoleh melalui mata
dan telinga (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau
angket terhadap responden tentang isi materi yang diukur. Dalam pengetahuan
yang ingin diukur disesuaikan dengan tingkatan pengetahuan dalam kognitif
(Notoadmojo, 2003). Pengetahuan tenaga perawat kepada kegiatan penjaminan mutu
pelayanan keperawatan merupakan kegiatan penilai, memantau atau mengatur
pelayanan yang berorientasi pada klien (Nurachmah, 2001).
Adapun tujuan
dari penilaian mutu pelayanan keperawatan adalah untuk meningkatkan asuhan
keperawatan kepada pasien atau konsumen, menghasilkan keuntungan atau pendapat
institusi, mempertahankan eksistensi institusi, meningkatkan kepuasan kerja
sumber daya yang ada, meningkatkan kepercayaan konsumen atau pelanggan serta
menjalankan kegiatan sesuai aturan atau standar yang berlaku. Pelayanan asuhan
keperawatan yang bermutu dan dapat dicapai jika pelaksanaan asuhan keperawatan
dipersiapkan sebagai suatu kehormatan yang dimiliki perawat dalam
mempertahankan haknya untuk memberikan asuhan yang manusiawi, aman, serta
sesuai dengan standar dan etik profesi perawat yang berkesinambungan dan
terdiri dari kegiatan pengkajian, perencanaan, implementasi rencana, dan
evaluasi tindakan yang diberikan (Nuracmah,2001). Pengetahuan perawat tentang
penilaian mutu pelayanan keperawatan tidak terrlepas dari standar praktik
keperawatan yang telah ditetapkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan
proses keperawatan yakni : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi.
2. Faktor beban
kerja
Bekera adalah
suatu bentuk aktifitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan. Dan aktifitas
ini melibatkan baik fisik maupun mental (As’ad, 2001). Beban kerja merupakan
suatu kondisi atau keadaan yang memberatkan pada pencapaian aktifitas untuk
melakukan suatu aktifitas. Beban kerja perawat yang tinggi serta beragam dengan
tuntutan institusi kerja dalam pencapaian kualitas bermutu, jumlah tenaga yang
tidak memadai berpengaruh besar pada pencapaian mutu pelayanan yang diharapkan
(Kusdijanto, 2000). Untuk itu perlu adanya pengorganisasian kerja perawat yang
tepat dan jelas (Swansburg, 2000).
Tujuan utama
menyusun rencana pembagian tugas adalah untuk meningkatkan efektivitas dan
efisiensi staf dalam melaksanakan tugasnya. Pembagian tugas terdiri dari tiga
aspek yaitu : pengembangan tugas, keterlibatan dalam tugas, dan rotasi tugas
(Nursalam, 2000). Dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
adalah dengan cara menjaga kesinambungan antara beban kera perawat dan jumlah
tenaga perawat yang tersedia.
3. Faktor
komunikasi
Komunikasi
adalah sesuatu untuk dapat menyusun dan menghantarkan suatu pesan dengan cara
yang gampang sehingga orang lain dapat mengerti dan menerima (Nursalam, 2000).
Komunikasi dalam praktik keperawatan professional merupakan unsur utama bagi
perawat dalam melaksanakan pelayanan keperawatan untuk mencapai hasil yang
optimal. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan komunikasi terapeutik
antara lain :
a.
Pendidikan
Merupakan
penuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya yang dapat digunakan
untuk mendapatkan informasi sehingga dapat digunakan untuk mendapatkan
informasi untuk meningkatkan kualitas hidup (Notoadmojo, 2003). Makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi dan makin baik pengetahuan
yang dimiliki sehingga menggunakan komunikasi terapeutik secara efektif akan
dapat dilakukannya.
b.
Lama bekerja
Merupakan
waktu dimana seseorang mulai bekerja ditempat kerja. Makin lama seseorang
bekera makin banyak pengalaman yang dimilikinya sehingga akan makin baik cara
berkomunikasinya (Alimul, 2003)
c.
Pengetahuan
Merupakan
proses belajar dengan meggunakan panca indra yang dilakukan seseorang terhadap
objek tertentu untuk dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan
(Notoadmojo, 2003). Menurut Bloom dan Kartwalk (1998) membagi pengetahuan dalam
enam tingkatan diantaranya tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan
evaluasi.
d.
Sikap
Sikap
dalam komunikasi akan mempengaruhi proses komunikasi berjalan efektif atau
tidak. Sikap kurang baik akan menyebabkan pendengar kurang percaya terhadap
komunikator. Sikap yang diharapkan dalam komunikasi tersebut seperti terbuka,
percaya, empati, menghargai, rendah diri dan menjadi pendengar yang baik.
Kesemuanya dapat mendukung komunikasi yang terapeutik.
e.
Kondisi psikologi
Pada
komunikator akan mudah mempengaruhi dari isi pembicaraan melalui komunikasi
terapeutik. Namun perlu memperhatikan kondisi psikologis yang baik untuk
menjadikan komunikasi sebagai terapeutik. Kondisi psikologis seorang pendengar
dapat dipengaruhi oleh rangsangan emosi yang disebabkan oleh pembicaraan itu
sendiri. Indikator dalam melaksanakan komunikasi terapeutik (Nursalam, 2003)
mendorong pasien untuk mengungkapkan pandangan dan perasaannya, menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti dalam setiap komunikasi serta memanggil pasien
sesuai dengan identitasnya.
E.MENGUKUR MUTU
Tiga dari macam-macam cara pengukuran
mutu yang dikenal di Indonesia.
Indikator
Klinis.Indikator sebagai sebuah penanda objektif yang bisa dipakai sebagai
pertimbangan dalam mengambil keputusan. Indikator bukan lagi data. Indikator
adalah informasi. Indikator mempunyai lima karakter utama yang sering disingkat
dengan “SMART”. Simple, measurable, accurate, reliable, timely. Indikator
haruslah cukup mudah dipahami, dihitung, dikumpulkan data dasarnya, dan
dikerjakan tepat waktu oleh pelaksana. Selain itu, indikator harus dipilih
sehingga akurat dan bisa dipercaya. Indikator klinis yang sangat populer diukur
di banyak rumah sakit adalah waktu respon, infeksi terkait pemasangan infus,
infeksi luka operasi, angka kejadian dekubitus (pressure sore), dan kematian
ibu akibat perdarahan. Angka-angka indikator ini diukur dari waktu ke waktu
dengan metode yang baku dan dikembangkan akurasinya. Indikator-indikator ini
bersumber dari buku yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan mengenai
indikator klinis. Saat ini, manual yang dipakai lebih luas adalah standar
pelayanan minimal rumah sakit yang juga diterbitkan oleh Departemen Kesehatan.
Audit Medis
Audit medis
merupakan proses evaluasi mutu pelayanan medis melalui telaah rekam medis oleh
profesi medis sendiri. Tujuan dilakukan audit medis adalah pelayanan medis
prima yang bersumber pada evaluasi mutu pelayanan, penerapan standar, dan perbaikan
pelayanan berdasarkan kebutuhan pasien dan standar yang telah ada. Audit medis
di Indonesia diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan no. 496 tahun 2005.
Pembahasan kasus kematian, kasus sulit, kasus langka, dan lain-lain adalah
bentuk audit medis yang paling sederhana. Audit medis paripurna menyertakan
review, assessment, dan surveillance. Audit medis adalah proses yang terus
menerus karena merupakan upaya yang terus menerus. Proses inti audit medis
adalah menetapkan kasus yang akan diaudit, mengumpulkan berkas kasus tersebut,
dan membandingkan pelayanan medis yang diberikan dengan standar, untuk
selanjutnya mengambil tindakan korektif. Audit medis dapat dilakukan mulai dari
kelompok staf medis (organisasi dokter dengan kemampuan atau kompetensi klinis
yang sama) sampai ke tingkat komite medis di tingkat rumah sakit
Mortality Review
Mortality
review adalah bagian dari audit medis. Lewat mortality review, rumah sakit
bersama dengan manajemen rumah sakit dapat mencari faktor-faktor yang
berkontribusi pada kematian di rumah sakit. Untuk mencari faktor-faktor
tersebut, digunakan sebuah check list yang bernama global trigger tools. Global
trigger tools memuat puluhan entry point ke arah resiko tindakan, kesalahan,
kelalaian, maupun kemungkinan gagal komunikasi. Titik berat mortality review
adalah kematian-kematian yang terjadi pada pasien non terminal, baik kematian
tersebut terjadi diintensive care unit / ICU / unit perawatan intensif maupun
di ruang rawat inap biasa. Seluruh kematian non terminal ini didaftar,
dipelajari rekam medisnya, dan dibahas pada pertemuan mortality review.
Menggunakan global trigger tools dalam melakukan mortality review biasanya
berupaya menemukan apakah ada kegagalan, terutama dalam mengenali perburukan
atau masuknya pasien kepada keadaan kritis, merencanakan penegakan diagnosis
dan rencana pengobatan, dan mengkomunikasikan keadaan pasien baik antar dokter,
dokter kepada perawat, perawat kepada dokter, dan antar profesi kesehatan yang
lain. Data mortality reviewdapat dipakai juga oleh rumah sakit dalam rangka
pengembangan layanan. Misalnya, jumlah kematian yang tinggi pada pasien
terminal mengindikasikan perlunya rumah sakit memikirkan layanan perawatan
paliatif.
F. STRATEGI MUTU PELAYANAN
KEPERAWATAN
Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality
Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi
pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk mendesain
standar pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut
(Swansburg, 1999).
Sedangkan
menurut Wijono (2000), Quality Assurance sering diartikan sebagai menjamin mutu
atau memastikan mutu karena Quality Assurance berasal dari kata to assure yang
artinya meyakinkan orang, mengusahakan sebaik-baiknya, mengamankan atau
menjaga. Dimana dalam pelaksanaannya menggunakan teknik-teknik seperti
inspeksi, internal audit dan surveilan untuk menjaga mutu yang mencakup dua
tujuan yaitu : organisasi mengikuti prosedur pegangan kualitas, dan efektifitas
prosedur tersebut untuk menghasilkan hasil yang diinginkan.
Dengan
demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah kegiatan menjamin
mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
sesuai dengan standar. Dimana metode yang digunakan adalah :.
Audit internal
dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya (pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan standar operating
procedure (SOP)
.Evaluasi
proses
Mengelola
mutu
Penyelesaian
masalah. Sehingga sebagai suatu system (input, proses, outcome), menjaga mutu
pelayanan keperawatan difokuskan hanya pada satu sisi yaitu pada proses
pemberian pelayanan keperawatan untuk menjaga mutu pelayanan keperawatan
Continuous Quality Improvement
(Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous
Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan perkembangan dari
Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Menurut Loughlin dan
Kaluzny (1994, dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total
Quality Management dimaksudkan pada program industry sedangkan Continuous
Quality Improvement mengacu pada klinis. Wijonon (2000) mengatakan bahwa
Continuous Quality Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu secara
terus menerus yang dimotivasi oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan mutu yang tinggi dalam pelayanan keperawatan yang komprehensif dan
baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan yang ditetapkan standar yang berlaku.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Shortell dan Kaluzny (1994) bahwa Quality Improvement merupakan
manajemen filosofi untuk menghasilkan pelayanan yang baik. Dan Continuous
Quality Improvement sebagai filosofi peningkatan mutu yang berkelanjutan yaitu
proses yang dihubungkan dengan memberikan pelayanan yang baik yaitu yang dapat
menimbulkan kepuasan pelanggan (Shortell, Bennett dan Byck, 1998).
Sehingga
dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam keperawatan adalah
upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus menerus yang
memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan pasien.
Oleh karena itu perlu dipahami mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat
mempengaruhi mutu dari outcome yang ditandai dengan kepuasan pasien.
Total quality manajemen (TQM)
Total
Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara
meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau
proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan
semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan
pasien dan perbaikan mutu menyeluruh. (Windy, 2009)
G. PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN
KEPERAWATAN
1.
Standar 1
Falsafah dan
tujuan Pelayanan keperawatan diorganisasi dan dikelola agar dapat memberikan
asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Kriteria:
a. Dokumen
tertulis yang memuat tujuan pelayanan keperawatan harus mencerminkan peran
rumah sakit, dan harus menjadi acuan pelayanan keperawatan serta diketahui oleh
semua unit lain. Dokumen ini harus selalu tersedia untuk semua petugas
pelayanan keperawatan
b. Setiap
unit keperawatan dapat mengembangkan sendiri tujuan khusus pelayanan
keperawatan.
c. Dokumen
ini harus disempurnakan paling sedikit setiap 3 tahun.
d. Bagan
struktur organisasi harus memperlihatkan secara jelas garis
e.Komando,
tanggung jawab, kewenangan serta hubungan kerja dalam pelayanan keperawatan dan
hubungan dengan unit lain.
f. Uraian
tugas tertentu yang tertulis harus diberikan kepada setiap petugas hal hal sebagai
berikut :
Kualifikasi
yang dibutuhkan untuk jabatan petugas yang bersangkutan garis kewenangan
Fungsi dan tanggungjawab
Frekuensi dan jenis penilaian kemamapuan staf
Masa kerja
dan kondisi pelayanan (Etika LavleeHongki, 2012)
2. Standar
2
Administrasi
dan pengelolaan Pendekatan sistematika yang digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan yang berorientasi pada kebutuhan pasien. Kriteria:
Asuhan
keperawatan mencerminkan standar praktek keperawatan yang berlaku dan ditujukan
pada pasien atau keluarganya, yang mencakup asuhan keperawatan dasar, penugasan
pasien atau keperawatan terpadu. Perawat bertanggungjawab terhadap semua
aspek asuhan keperawatan .Staff keperawatan senantiasa harus menghormati
hak keleluasaan pribadi, martabat dan kerahasiaan pasien. . Staff
keperawatan berpartisipasi pada berbagai pertemuan tentag asuhan pasien. Penelitian
keperawatan,Bila penelitian keperawatan dilakukan, hak asasi pasien harus
dilindungi sesuai dengan pedoman yang berlaku dengan menjunung tinggi etika
profesi (Etika LavleeHongki, 2012)
3. Standar
3
Staff dan
pimpinan Pelayanan keperawatan dikelola untuk mencapai tujuan pelayanan.
Kriteria:
Pelayanan
keperawatan dipimpin oleh seorang perawat yang mempunyai kualifikasi
manager.
Kepala
keperawatan mempunyai kewenangan atau bertanggungjawab bagi berfungsinya
pelayanan keperawatan ; sebagai anggota pimpinan harus aktif menghadiri rapat
pimpinan.
Apabila
kepala perawatan berghalangan harus ada seorang perawat pengganti yang cakap
dapat diserahi tanggungjawab dan kewenangan.
Setiap
perawat harus mempunyai izin praktek perawat yang masi berlaku dan
berkualifikasi professional sesuai jabatan yang didudukinya. Jumlah dan
jenis tenaga keperawatan disesuaikan dengan kebutuhan pasien fasilitas
dan peralatan (Etika LavleeHongki, 2012).
4. Standar
4
Fasilitas
dan peralatan harus memadai untuk mencapai tujuan peayanan keperawatan.
Kriteria:
Tersedianya
tempat dan peralatan yang sesuai untuk melaksanakan tugas
Bila
digunakan peralatan khusus, peralatan tersebut dijalankan oleh staf yang telah
mendapatkan pelatihan. (Etika LavleeHongki, 2012)
5. Standar
5
Kebijakan dan prosedur Adanya kebijakan dan
prosedur secara tertulis yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
prinsip praktek keperawatan yang konsisten dengan tujuan pelayanan keperawatan.
Kriteria: Kepala keperawatan bertanggung jawab terhadap perumusan dan
pelaksanaan kebijakan dan prosedur keperawatan. Staf keperawatan yang
aktif terlibat dalam asuhan langsung kepada pasien harus diikut sertakan dalam
perumusan kebijakan dan prosedur keperawatan. Ada bukti bahwa staf
keperawatan bertindak berdasarkan ketentuan hukum yang mengatur standar pratek
keperawatan dan berpedoman pada etika profesi yang berlaku. Ada kebijakan
mengenai ruang lingkup dan batasan tanggung jawab serta kegiatan staf
keperawatan Pengertian: Sebagai contoh kebijakan ialah penyuntikan/ pengobatan
pada terapi intravena, pemberian darah dan produk darah, menerima pesan melalui
telepon, pemberian informasi kepada mass media dan polisi, pencatatan dan
pelaporan, pelaksanaan prosedur kerja. Tersedianya pedoman praktek
keperawatan yang meliputi:
-Prinsip-prinsip
yang mendasari prosedur
-Garis besar
prosedur
Kemungkinan
perawat menyesuaikan prosedur terhadap kebutuhan pasien. (Etika LavleeHongki,
2012)
6. Standar
6
Pengembangan
staf dan program pendididkan Harus ada program pengembangan dan pendidikan
berkesinambungan agar setiap keperawatan dapat meningkatkan kemampuan
profesionalnya. Kriteria:Program pengembangan staf dikoordinasi oleh seorang
perawat terdaftar.Tujuan program orientasi dan pelatihan harus mengacu pada
efektifitas program pelayanan.Tersedianya program orientasi bagi smua staf
keperawatan yang baru dan bagi perawat yangbaru ditempatkan pada bidang khusus,
meliputi :
Informasi
tentang hubungan antara pelayana keperawatan dengan rumah sakit
Penjelasan
mengenai kebijakan dan prosedur kerja dirumah sakit dan pelayanan keperawatan
Penjelasan
mengenai metode penugasan asuhan keperawatan dan standar praktek
keperawatan.Prosedur penilaian terhadap staf keperawata
Penjelasan
mengenai tugas dan fungsi khusus , garis kewenangan, dan ruang lingkup tanggung
jawab.Cara untuk mendapatkan bahan – sumber yang tepat Identifikasi
kebutuhan belajar bagi tiap individu. Petunjuk mengenai prosedur pengamanan
yang harus diikuti Pelatihan mengenai tekhnik pertolongan hidup dasar (basic
life support).Pencatatan kehadiran staf dalam program pengembanagan harus
disimpan dengan baik. (Etika LavleeHongki, 2012)
7. Standar 7
Evaluasi dan
pengendalian mutu Pelayanan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang
mutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian
mutu dirumah sakit. Kriteria:
-Adanya
rencana tertulis untuk melaksanakan program pengendalian mutu keperawatan.
- Program
pengendalian mutu keperawatan meliputi:
-Pelayanan
keperawatan terhadap standar yang telah ditetapkan.
- Penampilan
kerja semua tenaga perawat.
- Proses dan hasil pelayanan
keperawatan.
-Tersedianya
pendayagunaan sumber daya dari rumah sakit.
Perawat
terdaftar ditugaskan untuk mengkoordinasi program ini. Kegiatan
pengendalian mutu meliputi hal-hal:
-Pemantauan:
pengumpulan informasi secara rutin tentang pemberian pelayanan yang penting. -Pengkajian:
pengkajian secara periode tentang Informasi tersebut diatas untuk
mengidentififkasi maslaah penting dalam pemberian pelayanan dan kemungkinan
untuk mengatasinya.
- Tindakan
: bila dan kemungkinan untuk mengatasi telah diketahui maka tindakan harus
diambil.
-Evaluasi
: keefektifan tindakan yang diambil harus di efaluasi untuk dimanfaatkan dalam
jangga panjang.
- Umpan
balik : hasil kegiatan dikomunikasikan kepada staf secara teratur . Daftar
hadir dan periksalah pertemuan disimpan,yang secara teliti mencerminkan
transaksi , kesimpulan , rekomendasi ,tindakan yang diambil, dan hasil tindakan
tersebut,sebagaihasil dari kegiatan-kegiatan pengendalian mutu. (Etika
LavleeHongki, 2012)
H. TUJUAN DAN MAANFAAT JAMINAN MUTU
Tujuan
Tujuan program
menjaga mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yang jika disederhanakan
dapat diuraikan sebagai berikut:
Tujuan
antara yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah diketahuinya mutu
pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini
dapat dicapai apabila masalah serta prioritas masalah mutu berhasil ditetapkan.
Tujuan akhir
yang ingin dicapai oleh program menjaga mutu ialah makin meningkatnya mutu
pelayanan. Jika dikaitkan dengan kegiatan program menjaga mutu, tujuan ini
dapat dicapai apabila masalah dan penyebab masalah mutu berhasil diatasi.
Manfaat
Apabila
program menjaga mutu dapat dilaksanakan, banyak manfaat yang akan diperoleh.
Secara umum beberapa manfaat yang dimaksudkan adalah:
Dapat lebih
meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.Peningkatan efektifitas yang
dimaksud di sini erat hubungannya dengan dapat diselesaikannya masalah yang
tepat dengan cara penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan
diselenggarakannya program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah
telah dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara penyelesaian
masalah telah dilakukan secara benar.Dapat lebih meningkatkan efesiensi
pelayanan kesehatan.Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat
hubungannya dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan
atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang berlebihan atau
karena harus mengatasi berbagai efek samping karena pelayanan yang dibawah
standar akan dapat dicegah.
Dapat lebih
meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.Peningkatan
penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa
pelayanan. Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya
pasti akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
secara keseluruhan.
Dapat
melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan munculnya gugatan
hukum.Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan keadaan
sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai kebijakan perlindungan
publik, tampak kesadaran hukum masyarakat makin meningkat pula. Untuk
melindungi kemungkinan munculnya gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas
terhadap pelayanan kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan
kecuali berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin mutunya.
Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat penting, karena
apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan dapatlah diharapkan
terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, yang akan berdampak pada
peningkatan kepuasan para pemakai jasa pelayanan kesehatan .
PATIENT
SAFETY DALAM KAITANNYA DENGAN JAMINAN MUTU DALAM ASUHAN KEPERAWATAN
Kaitannya
sangat erat dimana layanan kesehatan harus aman, baik bagi pasien, pemberi
layanan maupun masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman
dari risiko cidera, infeksi, efek samping, aatau bahaya lain. Oleh karena itu
harus disusun suatu prosedur yang akan menjamin keamanan kedua belah pihak.
kenyamanan tidak berpengaruh langsung dengan efektivitas layanan kesehatan,
tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk
datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan dan kenikmatan dapat
menimbulkan kepercayaan pasien terhadap organisasi layanan kesehatan.
LANGKAH –
LANGKAH PENERAPAN JAMINAN MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN BERBASIS TRIHITA
KARANA
Pelayanan
kesehatan di jaman sekarang ini harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan
juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Semua itu dapat terpenuhi
jika pelayanan kesehatan mempunyai mutu pelayanan yang optimal. Oleh karena itu
perlu adanya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Jaminan mutu pelayanan
kesehatan yang baik tidak terlepas dari profesionalisme perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan. Dalam memberikan pelayanan keperawatan, perawat
bisa menggunakan Tri Hita Karana sebagai patokan sehingga mutu pelayanan yang
bagus dapat tercapai.
Penerapan
jaminan mutu pelayanan keperawatan yang berbasis Tri Hita Karana akan dapat
menumbuhkan kepuasan kerja, komitmen, dan peningkatan moral profesi
layanan kesehatan serta akhirnya akan menimbulkan kepuasan klien. Layanan kesehatan
yang bermutu akan membuat organisasi layanan kesehatan menjadi terhormat,
terkenal dan selalu dicari oleh siapa yang membutuhkan layanan kesehatan yang
bermutu serta menjadi tempat kerja idaman bagi profesi layanan yang kompeten
yang berperilaku terhormat. Mutu pelayanan yang bermutu juga akan memperhatikan
outcomes layanan kesehatan benar benar bermanfaat bagi klien.
Melakukan
pelayanan bermutu sesuatu yang menimbulkan kepuasan pribadi, dengan menerapkan
konsep Tri Hita Karana dalam memberikan pelayanan kesehatan, perawat diharapkan
bekerja semakin cermat dan selalu menggunakan nalar. Bekerja dengan lebih
cermat bukan berarti harus bekerja keras, sebaliknya bekerja dengan
memperhatikan mutu artinya bekerja lebih arif dangan sistem yang baik sehingga
hasilnya akan lebih baik, tetapi dengan upaya dan pemborosan yang semakin
kurang. Tingkat mutu pelayanan kesehatan akan ditentukan bedasarkan
tingkat keseimbangan yang terjadi antara ketiga unsur tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. . KESIMPULAN
Pelayanan
keperawatan prima adalah pelayanan keperawatan profesional yang memiliki mutu,
kualitas, dbersifat efektif, efisien sehingga memberikan kepuasan pada
kebutuhan dan keinginan lebih dari yang diharapkan pelanggan atau pasien.
Pelayanan prima, sebagaimana tuntutan pelayanan yang memuaskan pelanggan atau
masyarakat, maka diperlukan persyaratan agar dapat dirasakan oleh setiap
pelayan untuk memiliki kualitas kompetensi yang profesional, dengan demikian
kualitas kompetensi profesionalisme menjadi sesuatu aspek penting dan wajar
dalam setiap transaksi.
Pengertian
mutu pelayanan kesehatan bersifat multi-dimensional yang berarti mutu dilihat
dari sisi pemakai pelayanan kesehatan dan penyelenggara pelayanan kesehatan
(Azwar, 1996)
- Dari pihak pemakai jasa pelayanan, mutu berhubungan erat dengan ketanggapan dan keterampilan petugas kesehatan dalam memenuhi kebutuhan klien. komunikasi, keramahan dan kesungguhan juga termasuk didalamnya.
b. Dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan, mutu
berhubungan dengan dokter, paramedis, derajat mutu pemakaian dan playanan yang
sesuai dengan perkembangan teknologi.
Menurut
Departemen Kesehatan RI (1998), mutu pelayanan didefinisikan sebagai suatu hal
yang menunjukkan kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang dapat menimbulkan
kepuasan klien sesuai dengan tingkat kepuasan penduduk, serta pihak lain,
pelayanan yang sesuai dengan kode etik dan standard pelayanan yang professional
yang telah ditetapkan. Tappen (1995) menjelaskan bahwa
mutu adalah penyesuaian terhadap keinginan
pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku serta
tercapainya tujuan yang diharapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu
pelayanan kesehatan sesuatu hal yang dapat meningkatkan kepuasan dan kenyamanan
klien dengan menyelenggarakan sebuah pelayanan yang optimal sesuai dengan kode
etik dan standard pelayanan professional yang berlaku serta selalu menerapkan
pelayanan yang dinamis berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B.
SARAN
Perawat
membantu pasien untuk mencapai tingkat kesehatan optimum, perawat membantu
meningkatkan autonomi pasien mengekspresikan kebutuhannya, perawat mendukung
martabat kemanusiaan dan berprilaku sebagai advokat bagi pasien, perawat
menjaga kerahasiaan pasien, beriorentasi pada akuntabilitas perawat, dan
perawat bekera dalam lingkungan yang kompeten, etik, dan aman.
Prinsip
pelayanan prima dibidang kesehatan:
1.
Mengutamakan pelanggan
2.
Sistem yang efektif
3.
melayani dengan hati nurani
4.
perbaikan berkelanjutan pemberdayaan pelanggan
DAFTAR PUSTAKA
Menuju pelayanan kesehatan yang
lebih bermutu. Jakarta : Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
DepKesRI (2003), Indonesia
sehat 2010. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I
http://www.mutupelayanankesehatan.net/index.php/publikasi/artikel/19-headline/1272-jenis-jenis-indikator-mutu-pelayanan-keperawatan.
Di akses pada tanggal 29 September 2014.
Komentar
Posting Komentar